Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
1. Batik Megamendung (Cirebon)
Batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan menjadi ikon batik daerah
Cirebon dan daerah
Indonesia lainnya. Motif batik ini mempunyai kekhasan yang tidak ditemui di daerah penghasil batik lain. Bahkan karena hanya ada di Cirebon dan merupakan masterpiece,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata akan mendaftarkan motif megamendung ke
UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu warisan dunia.
Motif megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca negara. Sebagai bukti ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design, karya seorang berkebangsaan
Belanda bernama Pepin van Roojen. Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan bahwa:
“Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Pernyataan ini tidak bermaksud membatasi bagaimana motif megamendung diproduksi, tapi lebih kepada ketidaksetujuan penggunaan motif megamendung untuk barang-barang yang sebenarnya kurang pantas, seperti misalnya pelapis sandal di hotel-hotel.”
Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa
China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan
Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa
Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama
Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi
Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam paham
Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum
Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan, lancip dan segitiga.
Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat di
Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah
Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik Cirebon identik dengan batik
Trusmi.
Motif megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik. Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.
Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan tenang serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan warna biru tua. Biru muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan dan memberi kehidupan.
Dalam perkembangannya, motif megamendung mengalami banyak perkembangan dan dimodifikasi sesuai permintaan pasar. Motif megamendung dikombinasi dengan motif hewan, bunga atau motif lain. Sesungguhnya penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional sejak dulu, namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para perancang busana. Selain motif, warna motif megamendung yang awalnya biru dan merah, sekarang berkembang menjadi berbagai macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna kuning, hijau, coklat dan lain-lain.
Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan pertimbangan ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon (printing) di pabrik-pabrik. Walaupun kain bermotif megamendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya tidak bisa disebut dengan batik.
Wujud motif megamendungpun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang bisa ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding
lukisan kaca, produk-produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga seperti sarung bantal, sprei, taplak meja dan lain-lain.
Nilai-nilai dasar dalam seni apapun termasuk dalam seni batik motif megamendung bisa didekati dengan cara sbb:
a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.
Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus.
Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan. Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk Megamendung banyak sekali variasinya. Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya dan ada yang berbentuk bulat tumpul pada ujungnya. Ada pula yang memiliki lekukan berbentuk menyudut pada bagian bentuk lengkungannya. Dengan sendirinya bagi pendesain batik pemula yang tidak terbiasa dengan proses membatik dan tidak mengerti makna filosofi Megamendung, bilamana menggambar Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta kemungkinan akan terjadi kesalahan. Yang harus diperhatikan lagi adalah motif Megamendung hampir mirip dengan motif Wadasan.
c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.
2. Rumah Adat Suku Toraja (Sulawesi Selatan)
Rumah Tongkonan adalah rumah adat bagi masyarakat suku Toraja dan telah ditetapkan sebagai rumah adat Sulawesi Selatan. Rumah adat ini sangat terkenal bahkan sampai ke penjuru dunia karena keunikan arsitektur serta nilai nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Nah, di artikel kali ini kami akan mengulas keunikan rumah adat suku Toraja ini lengkap mulai dari sejarah, struktur, ciri, hingga fungsinya. Bagi Anda yang tertarik mengenali keunikan rumah adat ini, silakan simak pembahasan berikut!
1. Struktur dan Arsitektur Rumah Adat Secara umum, rumah tongkonan memiliki struktur panggung dengan tiang-tiang penyangga bulat yang berjajar menyokong tegaknya bangunan. Tiang-tiang yang menopang lantai, dinding, dan rangka atap tersebut tidak di tanam di dalam tanah, melainkan langsung ditumpangkan pada batu berukuran besar yang dipahat hingga berbentuk persegi. Dinding dan lantai rumah adat tongkonan dibuat dari papan-papan yang disusun sedemikian rupa. Papan-papan tersebut direkatkan tanpa paku, melainkan hanya diikat atau ditumpangkan menggunakan sistem kunci. Kendati tanpa dipaku, papan pada dinding dan lantai tetap kokoh kuat hingga puluhan tahun. Bagian atap menjadi bagian yang paling unik dari rumah adat Sulawesi Selatan ini. Atap rumah tongkonan berbentuk seperti perahu terbaling lengkap dengan buritannya. Ada juga yang menganggap bentuk atap ini seperti tanduk kerbau. Atap rumah tongkonan sendiri dibuat dari bahan ijuk atau daun rumbia, meski pun kini penggunaan seng sebagai bahan atap lebih sering ditemukan.
2. Fungsi Rumah Adat Selain dianggap sebagai identitas budaya, rumah tongkonan pada masa silam juga menjadi rumah tinggal bagi masyarakat suku Toraja. Rumah Tongkonan dianggap sebagai perlambang ibu, sementara lumbung padi yang ada di depan rumah atau biasa disebut Alang Sura adalah perlambang ayah. Adapun untuk menunjang fungsinya sebagai rumah tinggal, rumah adat Sulawesi Selatan ini dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk banua). Bagian Atas atau disebut juga rattiang banua adalah ruangan yang terdapat di loteng rumah. Ruangan ini digunakan untuk menyimpan benda pusaka yang dianggap memiliki nilai sakral. Benda-benda berharga yang dianggap penting juga di simpan dalam ruangan ini. Bagian Tengah atau disebut juga kale banua adalah bagian inti dari rumah adat Sulawesi Selatan. Bagian ini terbagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan fungsi-fungsi khususnya, yaitu bagian utara, bagian tengah, dan bagian selatan. Bagian utara disebut dengan istilah ruang Tengalok. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan meletakan sesaji (persembahan). Selain itu, jika pemilik rumah sudah mempunyai anak, maka ruangan ini juga digunakan sebagai tempat tidur anak. Bagian pusat disebut Sali. Ruangan ini digunakan untuk beragam keperluan, seperti sebagai tempat pertemuan keluarga, dapur, ruang makan, sekaligus tempat meletakan mayat yang dipelihara. Bagian selatan bernama Ruang Sambung. Ruangan ini khusus digunakan sebagai kamar kepala keluarga. Tidak sembarang orang dapat masuk ke ruangan ini tanpa seizin pemilik rumah. Bagian Bawah atau disebut juga sulluk banua adalah bagian kolong rumah. Bagian ini digunakan sebagai kandang hewan atau tempat menyimpan alat-alat pertanian.
Ciri Khas dan Nilai Filosofis Selain dari bentuk atapnya yang seperti tanduk kerbau, ada beberapa ciri khas lain dari rumah tongkonan yang membuatnya begitu berbeda dengan rumah adat dari suku-suku lain di Indonesia. Ciri-ciri tersebut di antaranya: Memiliki ukiran di bagian dinding dengan 4 warna dasar, yaitu merah, putih, kuning dan hitam. Masing-masing warna memiliki nilai filosofis, merah melambangkan kehidupan, putih melambangkan kesucian, kuning melambangkan anugerah, dan hitam melambangkan kematian. Di bagian depan rumah terdapat susunan tanduk kerbau yang digunakan sebagai hiasan sekaligus ciri tingkat strata sosial si pemilik rumah. Semakin banyak tanduk kerbau yang dipasang, maka semakin tinggi kedudukan pemilik rumah. Tanduk kerbau sendiri dalam budaya toraja adalah lambang kekayaan dan kemewahan. Di bagian yang terpisah dari rumah tongkonan terdapat sebuah bagunan yang berfungsi sebagai lumbung padi atau disebut alang sura. Lumbung padi juga berupa bangunan panggung. Tiang-tiang penyangganya dibuat dari batang pohon palem yang licin sehingga tikus tidak bisa masuk ke dalam bangunan. Lumbung padi dilengkapi pula dengan ukiran bergambar ayam dan matahari yang melambangkan kemakmuran dan keadilan. Nah, demikianlah yang dapat kami sampaikan tentang rumah adat Tongkonan yang menjadi prototipe rumah kebanggaan masyarakat suku Toraja. Arsitekturnya yang unik disertai beragam nilai filosofis yang terdapat hampir di setiap sudut bangunannya membuat rumah ini begitu cantik. Tertarik untuk menjadikan desain rumah adat Sulawesi Selatan ini sebagai desain rumah pribadi Anda? Coba saja!
3. Tari Payung (Minangkabau)
Tari payung merupakan tarian khas etnis Minangkabau yang dikenal menempati wilayah Sumatera Barat. Pementasan tarian ini identik dengan kisah yang menggambarkan sebuah cerita kasih sayang dua orang manusia. Sebagaimana kata yang mengikutinya tarian ini menggunakan properti utama berupa paying. Jika kita sedang mencari contoh jenis tari berpasangan, tentu saja tarian ini dapat kita katagorikan ke dalamnya seperti tari serampang dua belas. Pasalnya pertunjukan tarian klasik ini dilakukan secara berpasangan antara penari wanita dan laki-laki.
Pada awalnya tari yang dilakukan oleh suku Minang ini menjadi salah satu ritual dalam sebuah acara adat setempat. Tidak banyak sumber yang menceritakan tentang sejarah tari payung Minangkabau, namun demikian dilihat dari ragam bentuk gerakan dalam tarian tersebut dapat kita ketahui bahwa tarian ini merupakan tarian pergaulan yang diperuntukkan bagi muda-mudi suku Minang.
Pada upacara adat setempat tarian ini dulunya dijadikan sebagai salah satu media hiburan sekaligus penyampaian pesan kepada penonton bagaimana dua insan manusia yang tengah menjalin hubungan asmara seharusnya berperilaku.
Payung sebagai properti utama yang digunakan oleh penari laki-laki mengkomunikasikan bagaimana peran seorang pria dalam sebuah hubungan asmara yang seharusnya dilakukan.
Penyampaian pesan dalam gerak nan indah dan unik ini bertujuan agar kaum pria memiliki sifat melindungi kekasihnya bukan justru sebaliknya.
Jika kita kaitkan dengan pergaulan remaja saat ini tentu saja pesan moral yang disampaikan dalam pertunjukan tari klasik etnis Minangkabau ini sangat besar maknanya bagi kaum pria. Pasalnya pergaulan remaja saat ini jika tidak diimbangi dengan norma agama dan norma adat tentu identik dengan penyelewengan hubungan yang kerap berujung pada kekerasan.
Dengan adanya tarian ini harapan masyarakat Minangkabau dan Sumatera Barat pada umumnya dapat meminimalisir tingkat kekerasan yang terjadi dalam sebuah hubungan antara pria dan wanita.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi informasi yang pesat di Indonesia, tarian klasik dari Sumatera Barat ini perlahan mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Bukan hanya materi tari yang dipelajari di sekolah, melainkan perkembangan teknologi juga memungkinkan seluruh penduduk nusantara dapat menyaksikan gambar maupun video tari payung. Salah satu gerakan dan keunikan tarian tersebut bisa kita saksikan melalui video youtube.
Dengan adanya teknologi informasi sebagaimana video yang bisa kita lihat di youtube tentu saja tarian tersebut tidak hanya dilakukan dalam sebuah acara adat tradisional Minangkabau lagi melainkan setiap orang yang mempelajari gerakan tari tersebut dapat menyajikannya sebagai salah satu media hiburan yang unik dan menarik.
Pengertian tari payung adalah tarian khas etnis Minangkabau yang dikenal menempati wilayah Sumatera Barat. Tarian ini juga tergolong sebagai jenis tari berpasangan yang berbeda dengan tari cakalele maluku yang termasuk jenis tari kelompok.
Properti utama dalam pementasan tarian ini ialah payung yang dikenakan oleh penari pria sebagai penggambaran perlindungan terhadap pasangannya.
Sejarah tari payung tidak dapat terlepas dari kebudayaan etnis Minangkabau yang terdiri dari beberapa suku mulai dari suku koto, bodi, piliang, dan caniago. Pada masa lalu tarian klasik tersebut digunakan sebagai salah satu hiburan dalam sebuah upacara adat guna memberikan nasehat kepada muda-mudi Minangkabau dalam menjalin sebuah hubungan asmara.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi informasi, tarian ini perlahan mendapatkan tempat di hati masyarakat Sumatera Barat dan berlanjut pada seluruh nusantara sebagai salah satu tarian unik nan asyik dijadikan sebagai hiburan.
Semoga uraian di atas dapat memberikan tambahan pengetahuan kita terhadap salah satu kekayaan budaya masyarakat Indonesia. Dengan mengetahui sejarah tari payung dan perkembangannya tentu akan menambah kecintaan kita terhadap kebudayaan Indonesia.
4. Pakaian Adat Betawi (DKI Jakarta)
Contohnya saja dalam segi berbusana, sudah jarang ditemukan masyarakat yang menggunakan pakaian adat betawi atau pakaian betawi tradisional lainnya. Bahkan saat pagelaran pesta pernikahan yang biasanya menggunakan upacara adat dan pakaian tradisional sekarang sudah jarang terlihat.
Sebagian masyarakat memilih menggelar pesta pernikahan dengan menggunakan tema modern bukan menggunakan pakaian Betawi. Mulai dari pakaian pengantin, adat istiadat hingga makanan sajian untuk para tamu undangan. Hampir di seluruh Indonesia, masing-masing daerah memiliki kebudayaan tersendiri yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Tidak hanya soal berpakaian, melainkan juga tradisi dan adat istiadat yang berhubungan dan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
Meski perlahan-lahan kebudayaan dan tradisi makin dilupakan, namun tidak sedikit pula masyarakat yang berjuang untuk mempertahankan budaya. Salah satunya adalah budaya Betawi yang terkenal dengan pakaian tradisional Betawi. Di tengah hiruk pikuknya keramaian Ibukota, kebudayaan betawi masih tetap dilestarikan hingga saat ini itu terbukti kita sering melihat pakaian daerah betawi di tv atau diacara pernikahan di Jakarta. Cek juga tentang Pakaian Adat Jakarta.
Berbagai cara untuk melestarikan budaya Betawi mulai dari Ondel-ondel, pencak silat, hingga melestarikan pakaian adat suku Betawi yang salah satunya biasa dikenakan oleh kaum muda mudi saat pemilihan pakaian adat Betawi Abang None atau saat ada acara-acara tertentu.
- Pakaian Adat Betawi Abang None
Pakaian adat Betawi yang digunakan ternyata memiliki banyak jenis, mulai dari pakaian yang dipakai sehari-hari hingga pakaian yang dipakai saat upacara pernikahan. Nah, bagi Anda yang belum mengetahui jenis-jenis baju adat Betawi, berikut adalah deretan jenis-jenis baju adat Betawi.
Nama Pakaian Adat Betawi dan Penjelasannya
1. Pakaian adat Betawi pria.
Dalam menjalankan aktivitas, masyarakat juga memiliki pakaian keseharian yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pakaian keseharian yang digunakan oleh pria dan wanita tentunya berbeda. Bagi masyrakat Betawi, pakaian keseharian untuk pria adalah terdiri dari sadariah atau sebutan yang lumrah bagi masyarakat umum adalah baju koko dan celanan komprang, biasanya celanan yang digunakan adalah ukuran tanggung.
Biasanya, masyarakat Betawi menambahkan aksesoris berupa sarung yang sudah diguung kemudian diikatkan pada pinggang, menggunakan sabuk hijau dan menggunakan peci. Yang menjadi khas dari pakaian keseharian pria Betawi adalah penggunaan peci warna merah. Meski demikian, banyak pula yang menggunakan peci hitam.
• Sadariah
Baju sadariah merupakan baju yang biasa digunakan oleh pria Betawi atau baju koko Betawi ini sekilas modelnya hampir sama dengan baju koko pada umumnya. Namun terdapat perbedaan yang tidak terlalu nampak. Sadariah merupakan baju polos tanpa motif dan hanya memiliki satu pilihan warna saja. Nah, penggunaan baju sadariah ini ternyata ada syaratnya.
Baju sadariah hanya diperuntukkan untuk pria Betawi yang sudah dipanggil dengan sebutan Abang. Dengan kata lain, baju sadariah digunakan oleh pria Betawi yang sudah memasuki usia dewasa.
• Celana Kain dengan Motif Batik
Celana dari kain batik ini biasanya bentuk eperti celanan kolor dengan karet pada bagian pinggangnya. Celanan kolor ini merupakan salah satu pakaian yang biasa digunakan oleh masyarakat Betawi. Biasanya, panjang dari celana kain ini adalah selutut atau ukuran tanggung. Motif yang dipakai pun cukup sederhana, tidak terlalu ramai dan warna yang dipilih pun tidak terlalu mencolok. Umumnya, warna kain yang digunakan untuk membuat celana kolor ini adalah warna-warna kalem, seperti putih, hitam dan cokelat.
• Selendang atau Sorban
Nah, sorban atau selendang ini merupakan salah satu ciri khas dari baju adat Betawi. Penggunaan selendang ini biasanya disebut sebagai sarung. Sebutan sorban bukan berarti kain yang digunakan sama seperti sorban yang biasa digunakan untuk kepala, melainkan sarung yang dilipat dan diselempangkan di leher atau diletakkan di pundak.
• Aksesoris Pakaian Keseharian Betawi
Biasanya untuk menambah kesan “Betawi”nya, masyarakat Betawi menambahkan aksesoris dalam kesehariannya. Pria Betawi dalam kesehariannya menggunakan peci atau yang biasa disebut dengan kopyah. Warna peci yang biasa digunakan oleh orang Betawi adalah warna merah atau hitam yang biasanya terbuat dari kain beludru.
2. Pakaian Adat Betawi Wanita
Dalam kesehariannya, pakaian yang digunakan oleh perempuan Betawi cenderung berbanding terbalik dengan pakaian pria. Jika pakaian pria umumnya menggunakan warna yang kalem dan tidak terlalu mencolok, maka warna pakaian yang biasa digunakan perempuan Betawi adalah warna cerah atau terang.
Perempuan Betawi biasanya menggunakan baju kurung dipercantik dengan selendang dengan warna senada baju kurung. Selain itu, perempuan Betawi menggunakan kerudung sebagai penutup kepala. Untuk bawahannya, biasanya dipadukan dengan kain batik. Biasanya motif kain batik yang digunakan adalah geometris.
• Baju Kurung
Untuk pakaian perempuan, baju kurung merupakan atribut utama bagi pakaian adat. Biasanya baju kurung yang digunakan memiliki lengan pendek. Watna yang dipilih biasanya warna yang cenderung mencolok dengan warna-warna terang. Meski demikian, zaman modern juga mempengaruhi perkembangan baju Betawi. Saat ini telah banyak desainer-desainer yang memadupadankan berbagai macam warna untuk baju kurung. Bahkan ada pula yang menambahkan saku di bagian depan baju untuk memudahkan penggunanya untuk menyimpan sesuatu.
• Kain Sarung dengan Motif
Tidak beda jauh dengan pakaian pria, pakaian perempuan juga menggunakan kain sarung dengan motif untuk menambah kekhasan pakaian adat. Kain sarung yang tidak hanya untuk menjadi bagian bawahan pakaian, namun juga bisa digunakan sebagai penutup kepala. Warna-warna kain batik yang digunakan biasanya disesuaikan dengan warna baju kurung dan selendang yang digunakan.
• Kerudung
Kain kerudung ini biasanya di gunakan oleh perempuan Betawi untuk menutupi bagian kepala. Kain yang digunakan biasanya tidka jauh beda dengan selendang yang dipakai. Penggunaan kerudung ini sangat simple, biasanya dikenakkan oleh pemudi Betawi saat ajang bergengsi di Jakarta, pemilihan Abang dan None Betawi.
3. Pakaian Adat Resmi
Pakaian adat resmi Betawi biasanya digunakan oleh para bangsawan atau demang. Pakaian yang bernama baju ujung serong ini saat ini tidak hanya digunakan oleh kaum bangsawan. Baju ujung serong telah menjadi pakaian resmi yang digunakan oleh para PNS yang diresmikan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Penggunaan pakaian adat DKI Jakarta ini digunakan oleh PNS hanya pada hari-hari tertentu saja.
Pakaian ujung serong merupakan pakaian yang terdiri dari kemeja putih sebagai dalaman, kain batik geometris yang digunakan dibagian pinggang dengan panjang selutut, jas berwarna gelap dan celana dengan warna senada dengan jas.
Untuk pria, tidak lupa juga aksesoris seperti kopyah sebagai penutup kepala, senjata yang diselipkan di bagian pinggang, biasanya berupa pisau raut atau senjata seperti badik, jam rantai sebagai penghias yang diletakkan di bagian saku, kuku macan dan tidak lupa pula penggunaan sepatu pantopel. Sedangkan untuk pakaian wanita, tidak beda juah dengan pakaian kesehatian, baju kurung, selendang, kain batik, dan kerudung.
4.) Alat Musik Tanjidor (DKI Jakarta)
Tanjidor adalah sebuah kesenian Betawi yang berbentuk orkes. Kesenian ini sudah dimulai dari abad ke-19. Alat-alat musik yang dimaenin biasanye terdiri dari gabungan alat-alat musik tiup, alat-alat musik gesek dan alat-alat musik perkusi. Biasanye kesenian ini dimaenin untuk nganter penganten atau dalam acara pawai daerah. Tapi pade umumnye kesenian ini diadakan di suatu tempat yang akan dihadiri oleh masyarakat Betawi secara luas kayak sebuah orkes.
Musik tanjidor diduga berasal dari bangse Portugis yang dateng ke Betawi pada abad ke 14 sampe 16. Menurut sejarawan, dalam bahase Portugis ade kata tanger. Kata tanger sendiri artinye maenin alat musik. Maenin alat musik ini dilakuin pada pawai militer atau upacare keagamaan. Kata tanger itu kemudian diucapin ama orang Betawi jadi tanjidor.
Kate ahli musik dari Belanda yang namanye Ernst Heinz, tanjidor asalnye dari para budak yang ditugasin maen musik untuk tuannye.
Sejarawan Belanda bernama Dr. F. De Haan juga berpendapat kalo orkes tanjidor berasal dari orkes budak pade mase kompeni dulu. Pada abad ke 18 kote Batavia dikelilingi benteng tinggi, kaga banyak tanah lapang. Para pejabat tinggi kompeni ngebangun villa di luar kote Batavia. Villa-villa itu terletak di Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis.
Di villa-villa inilah terdapat budak. Budak-budak itu ternyate punye keahlian. Di antaranye ade yang bise maenin alat musik. Alat musik yang mereka maenin antara lain : klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, simbal, dan laen-laen. Para budak pemaen musik bertugas menghibur tuannye saat pesta dan jamuan makan.
Nah pas perbudakan dihapusin tahun 1860, pemaen musik yang dulunye budak jadi orang yang merdeka. Karena keahlian bekas budak itu bermaen musik, mereka ngebentuk perkumpulan musik. Lahirlah perkumpulan musik yang dinamain tanjidor. Tanjidor terdiri dari klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan tambur.
Komentar
Posting Komentar