" HUBUNGAN MANUSIA
DAN KESUSASTRAAN "
Kelompok 2 :
Anwar Fauzy
Fatimah Azzahra
Muhammad Rifqi
Rafi Alhikmat
·
PENDEKATAN
KESUSASTRAAN
Ilmu
budaya dasar atau bahasa luarnya di sebut basic humanities. Kata humanities
awalnya berasal dari negara inggris yang berarti dalam bahasa indonesia adalah
sastra. kata humanities berasal dari bahasa latin yang artinya adalah berbudaya
dan halus. Sastra dalam arti khususnya itu biasa kita gunakan dalam kebudayaan
adalah ekspresi dan isi hati dari perasaan manusia yang diungkapkan dalam
bentuk pandangan cerdas yang dituangkan dalam bentuk sesuatu hal yang
mencerminkan sebuah keindahan, Secara morfologis, kesusastraan dibentuk dari
dua kata, yaitu su dan sastra dengan mendapat imbuhan ke- dan -an. Kata su
berarti baik atau bagus, sastra berarti tulisan. Secara harfiah, kesusastraan
dapat diartikan sebagai tulisan yang baik atau bagus, baik dari segi bahasa,
bentuk, maupun isinya.
·
PENGERTIAN
UMUM SASTRA & SENI
Sastra
(Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’,
yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar
‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau
“sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu. Yang agak biasa adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi.
Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang
sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya.
Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang
menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Sastra
meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti
catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan
sebagainya yang dalam arti khusus dapat kita gunakan dalam konteks kebudayaan,
adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, sastra adalah hasil budaya
dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya
melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Selain itu dalam arti
kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan
(sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi
dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran tertentu.
·
ILMU BUDAYA DAN PROSA
Prosa
adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme
(rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan
arti leksikalnya.
Kata
prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus
terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan
suatu fakta atau ide.
Prosa
biasanya dibagi menjadi empat jenis, yakni :
- Prosa
naratif
- Prosa
deskriptif
- Prosa
eksposisi
- Prosa
argumentative
Dalam
kesusastraan Indonesia kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.
a. Prosa
lama, adalah prosa bahasa Indonesia yang belum dipengaruhi oleh budaya barat.
ang meliputi :
- Dongeng
- Hikayat
- Sejarah
- Epos
- Cerita
pelipur lara
b. Prosa
baru, adalah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apapun, meliputi :
- Cerita
pendek
- Roman/novel
- Biografi
- Kisah
Sastra
mempunyai peranan yang lebih penting, karena sastra mempergunakan bahasa.
Bahasa juga mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua pernyataan
kegiatan manusia. Dalam usahanya untuk memahami dirinya sendiri, yang kemudian
melahirkan filsafat, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk
memahami alam semesta, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan, manusia
mempergunakan bahasa. Dengan demikian manusia dengan bahasa pada hakekatnya
adalah satu.
Sastra
juga mempermudah komunikasi, karena karya sastra adalah penjabaran abstraksi.
Sementara itu, filsafat yang juga mempergunakan bahasa adalah abstraksi. Cinta
kasih, kebahagiaan, kebebasan yang digarap oleh filsafat adalah abstrak.
Sastra
juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang lebih mudah tertarik, dan dengan
cerita orang lebih mudah mengemukakan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang
tidak normatif.
·
NILAI NILAI DALAM PROSA FIKSI
Sebagai
seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak mau karya sastra (prosa fiksi)
langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan atau cerita. Dengan
pencintaan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat
sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra antara lain :
· Prosa
fiksi memberikan kesenangan.
Keistimewaan
kesenangan yang diperoleh dan membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan
pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu peristiwa atau
kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk
mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak
mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh
yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya
untuk mencapai sukses.
· Prosa
fiksi memberikan informasi.
Fiksi
memberikan sejenis informasi yang tidak terdapat di dalam ensiklopedia. Dalam
novel sering kita dapat belajar sesuatu yang lebih dari pada sejarah atau
laporan jurnalistik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan
juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang asing sama sekali.
· Prosa
fiksi memberikan warisan kultural.
Prosa
fiksi dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak
henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
· Prosa
memberikan keseimbangan wawasan.
Lewat
prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman¬pengalaman
dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan labih banyak kesempatan untuk
memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat
berbeda daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.
·
ILMU
BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA
Istilah
prosa banyak padanannya. Kadang disebut narrative fiction, prose fiction atau
hanya fiction saja. Dalam bahasa Indonesia istilah tadi sering diterjemahkan
menjadi cerita rekaan dan didefinisikan sebagai bentuk cerita atau prosa
kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh
daya khayal atau imajinasi. Istilah cerita rekaan umumnya dipakai untuk roman,
atau novel, atau cerita pendek.
·
PENGERTIAN
PROSA
Prosa
adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme
(rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan
arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya
“terus terang”. Prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau
ide. Karena itu, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel,
ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi
dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa
indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang
dikarang bebas tanpa aturan apa pun.
Liputan6.com,
Jakarta Asumsi masyarakat awam tentang sastra atau kesusastraan kerap berada
pada tataran bahwa sastra adalah sesuatu yang berat, luhung, dan memiliki nilai-nilai
filosofis. Sehingga, sastra yang ditulis oleh manusia sangat berjarak dengan
manusia itu sendiri sebagai pembaca.
Menurut
penelitian World’s Most Literate Nations yang dirilis oleh Central Connecticut
University pada Maret 2016 lalu, berdasarkan surveri kegemaran membaca,
Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara. Artinya, minat baca orang
Indonesia cukup rendah.
Penelitian
di atas memang tidak berada hanya dalam ranah kesusastraan saja. Namun, melihat
penilaian tersebut, muncul spekulasi bahwa tingkat baca masyarakat Indonesia di
era 2000-an ternyata masih sangat rendah. Sebab, Indonesia masih kalah dengan
Malaysia yang berada di peringkat 53 dan Singapura di peringkat 36. Sementara,
peringkat pertama dalam penelitian tersebut ditempati oleh Finlandia.
Sebagai
seorang sastrawan dan juga Rektor Institut Kesenian Jakarta, Seno Gumira
Ajidarma berpendapat, minat baca rendah adalah tantangan bagi penulis untuk
membuat tulisannya bisa dinikmati, baik itu bagi pembaca yang sudah lama
membaca, atau yang baru memulai membaca, atau bahkan bagi mereka yang tidak
peduli, untuk kemudian menjadi tertarik.
“Jadi
kita jangan menyalahkan pembaca, penonton atau mereka yang bukan pekerja
sastra. Saya lebih suka mengatakan, itu ketidakmampuan sastra untuk membuatnya
berhasil sebagai sebuah karya,” kata Seno beberapa waktu lalu.
Seno
juga menambahkan, kondisi sastra dengan generasi milenial atau generasi
sekarang juga mengalami peningkatan. Kendati menjamurnya gawai dan aplikasi
gratisan, ia mengatakan, hal itu juga beriringan dengan banyaknya toko buku,
baik yang online atau yang berupa toko buku besar.
Selain
itu, menurut Seno, banyaknya komunitas pencinta buku, serta gaya hidup membaca
buku yang tengah menjadi fenomena sekarang ini juga menjadi segelintir bukti.
“Sekarang itu sudah tidak musim lagi itu sastra tinggi dan rendah,” katanya.
“Malah barangkali justru yang keliru istilah sastra itu sendiri," kata
Seno menambahkan.
Dari
artikel diatas benar ansumsi bahwa generasi millennial jauh dari buku, bahkan
di lingkungan sekitar kita senidri pun sudah bisa dilihat pembuktian dari
kata-kata tersebut. Ada tiga mitos sastra yang harus dihancurkan, karena
menurut saya sendiripun, ini yang membuat sastra itu dijauhi dan membuat
alergi.
Pertama, sastra itu
curhat. Bisa dibilang curhat adalah perlakuan yang tidak keren, terlihat lemah,
sehingga membutuhkan media pencurahan hati untuk diri sendiri. Kedua, bahasa
sastra itu rumit, jarang didengar, sulit dimengerti dan mendayu-dayu sehingga membuat sebagian
pembaca yang jarang membaca karya sastra merasa bahwa sastra bukan bagian dari
bacaannya. Yang ketiga, sastra itu berisi pedoman hidup, nasihat-nasihat.
Dimana hal tersebut tidak disukai para generasi millennial sekarang. Mitos ini
harus dibuang jauh-jauh dari benak semua kalangan di Indonesia.
Jakarta
- Baru-baru ini beredar video pembacaan puisi oleh Sukmawati Soekarnoputri yang
di dalam bagiannya ada yang menyinggung mengenai azan dan cadar. Puisi ini
dipersoalkan.
Puisi
itu dibacakan Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia
Fashion Week 2018. Sukmawati diberi kesempatan maju ke panggung dan membacakan
Puisi 'Ibu Indonesia' karyanya sendiri.
Berikut
isi lengkap puisi Sukmawati tersebut:
Ibu
Indonesia
Aku
tak tahu Syariat Islam
Yang
kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih
cantik dari cadar dirimu
Gerai
tekukan rambutnya suci
Sesuci
kain pembungkus ujudmu
Rasa
ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu
dengan kodrat alam sekitar
Jari
jemarinya berbau getah hutan
Peluh
tersentuh angin laut
Lihatlah
ibu Indonesia
Saat
penglihatanmu semakin asing
Supaya
kau dapat mengingat
Kecantikan
asli dari bangsamu
Jika
kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat
datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku
tak tahu syariat Islam
Yang
kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih
merdu dari alunan azan mu
Gemulai
gerak tarinya adalah ibadah
Semurni
irama puja kepada Illahi
Nafas
doanya berpadu cipta
Helai
demi helai benang tertenun
Lelehan
demi lelehan damar mengalun
Canting
menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah
Ibu Indonesia
Saat
pandanganmu semakin pudar
Supaya
kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah
sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu
Indonesia dan kaumnya.
Pengurus
Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera telah menyimak video tersebut. Menurut
Kapitra yang juga merupakan pengacara Habib Rizieq ini, ada dugaan pelanggaran
dalam puisi itu.
"Saya
mendapatkan video itu tadi pagi. Sudah saya cermati ada mengenai adzan dan
cadar, menurut saya ada dugaan kuat mendiskreditkan agama," ujar, Kapitra
Ampera kepada wartawan, Senin (2/4/2018).
Menurut
Kapitra, Sukmawati tidak seharusnya membanding-bandingkan adzan dengan Kidung
Pancasila. Adzan yang merupakan panggilan untuk ibadah, lanjut Kapitra, tidak
bisa dibandingkan dengan hal lain.
"Jangan
banding-bandingkan adzan. Adzan itu panggilan ibadah," tutur Kapitra.
Dihubungi
terpisah, Sukmawati mengatakan apa yang disampaikannya adalah pendapat pribadi
sebagai budayawan. Menurut Sukmawati tidak ada isu SARA saa sekali dalam puisi
yang dibawakannya.
"Saya
nggak ada SARA-nya. Di dalam saya mengarang puisi. Saya sebagai budayawati
berperan bukan hanya sebagai Sukmawati saja, namun saya menyelami, menghayati
khususnya ibu-ibu di beberapa daerah. Ada yang banyak tidak mengerti syariat
Islam seperti di Indonesia timur di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati.
Puisi-pun dengan
keelokan dan keindahan makna di dalamnya juga bisa membuat kontroversi
tersendiri, Indonesia dengan mayoritas agama Islamnya memeliki kesensitifan
terhadap ajaran ajaran agamanya. Maka dalam proses pembuatan puisi pun harus
memeliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya agar terhindarnya perasaan
tersinggung dari arti atau makna puisi itu sendiri. Sesuatu hal yang benar
menurut kita belum tentu benar di mata orang lain.
Liputan6.com,
Jakarta Di zaman globalisasi seperti sekarang ini, arus informasi beredar
sangat cepat. Sebagai orang yang memproduksi dan mengonsumsi informasi, kita
tidak bisa menghindar dari keadaan semacam itu.
Akibatnya,
kita mampu menjangkau segala jenis informasi tanpa ada sekat-sekat. Namun,
kemungkinan terburuk, informasi tersebut bisa jadi menyesatkan kita, karena ia
mewartakan sebuah kebohongan, atau istilah lainnya: hoax.
Melani
Budianta menjelaskan, hoax merupakan salah satu kata yang memang tengah
populer. Kata tersebut sering muncul di mana-mana dan bergaung dalam beberapa
tahun terakhir. Dengan demikian, seringnya kata hoax itu muncul, daya jual yang
dimilikinya pun tinggi.
“Pertanyaan
dasarnya, peradaban macam apa yang ditandai oleh hoax? Tanda-tanda zaman macam
apa yang muncul?” kata Melani dalam abstraknya di sebuah acara bertajuk Bincang
Tokoh #10: Sastra, Hoaks dan Humaniora yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian
Jakarta di Galeri
Sebagai
guru besar Fakultas Ilmu Budaya UI, Melani juga mempertanyakan soal bagaimana
peran sastra dan ilmu humaniora dalam menyikapi kecenderungan yang tengah
terjadi.
Menurutnya,
dunia yang ada di balik hoax terbagi menjadi tiga era. Di era pertama yakni era
pasca-kebenaran. Dalam era ini, yang penting bukan kebenaran dan fakta
objektif, melainkan opini yang terkait emosi dan keyakinan personal.
Melani
melanjutkan, era selanjutnya yakni era banjir informasi. Dalam era ini, tidak
ada lagi "gate keeper" untuk menyaring segala bentuk informasi.
Kemudian pada era terakhir yakni era klikisme, di mana kebutuhan secara cepat
menyebar atau membagikan informasi yang diterima melalui media sosial.
Ketiga
era tersebut dikaitkan oleh Melani dengan konteks global yang semakin kompleks,
ditambah dengan kemunculan berbagai macam kelompok yang memproduksi hoax.
Secara eksplisit, Melani merujuk kepada kelompok-kelompok tertentu, seperti
Bumi Datar (Flat Earth).
Setelah
membahas soal hoax dan fenomenanya, Melani melanjutkan pembahasan ke soal
sastra dan hoax itu sendiri.
Pihak
DKJ dalam keterangan mengatakan, “Sastra hoax secara sederhana merupakan karya
yang menjungkirbalikkan persepsi pembaca tentang sastra itu sendiri,
mencampuradukkan apa yang real dan apa yang tidak real. Sifat dari hoax itu
sendiri sebenarnya adalah fiksi. Sedangkan sastra adalah sebuah cerita fiksi;
sebuah cerita rekaan yang bukan berarti sesungguhnya.”
Bahkan,
dalam keterangan tersebut, beberapa pendapat mengatakan bahwa sastra itu hoax.
Akan
tetapi, Melani menjelaskan bahwa sastra jelas berbeda dengan hoax. “Sastra
adalah fiksi untuk mengungkap kebenaran, sedangkan hoax adalah rekaan untuk
memalsukan kebenaran,” ujar akademikus lulusan Southern Carolina University
tersebut. Bahkan,
tambah Melani, sastra (seni dan humaniora) memiliki kemampuan untuk
membayangkan masa depan manusia dan kemanusian.
Ia
mencontohkan beberapa karya seperti 1984 karya George Orwell, di mana karya
tersebut kembali booming pasca terpilihnya Donald Trump sebagai orang nomor
satu di AS. Karya yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1949 itu, menurut
Melani, bercerita soal masa depan di tahun 1984, di mana aktivitas manusia pada
tahun tersebut diawasi oleh kamera pengintai.
Sastra Dan Hoax memang
dimata orang biasa terlihat berbeda namun jika di lihat dari segi sifat kedua
hal tersebut memiliki persamaan, namun sadarkah kalian kalau Novel-novel fiksi
seperti Harry Potter yang booming dimana-mana, digemari banyak orang, disukai
banyak orang adalah sebuah cerita HOAX. Novel itu sendiri memang sastra tapi
cerita yang diunsung tidak nyata benarnya, sama seperti sifat Hoax. Faktor
tersebut-lah yang membuat orang-orang zaman sekarang mudah terpedaya Hoax
karena seringkali Hoax membawa informasi yang aneh-aneh dan hal lain yang
membuat orang terkaget tapi tidak mau mencari kebenarannya.
Liputan6.com,
Jakarta Perdebatan panjang di media sosial soal klaim puisi esai Denny JA
sebagai genre baru sastra, serta angkatan puisi esai sebagai angkatan baru
sastra Indonesia tengah hangat diperbincangkan publik sastra.
Pada
Jumat, 16/2/2018, perdebatan tersebut akhirnya dibawa ke ranah terbuka. Acara
debat tersebut khusus mendatangkan nama-nama besar yang bersinggungan langsung
soal fenomena angkatan puisi esai. Narudin Pituin dan Krt Agus Nagoro dari sisi
pro. Kemudian Eko Tunas dan Saut Situmorang dari sisi kontra.
Menurut
Isti Nugoroho selaku penyelenggara debat sastra tersebut, ini merupakan pertama
kalinya debat yang terjadi di media sosial dan membahas soal kontroversi di
dunia sastra, dibawa ke ranah debat terbuka.
“Ini
sudah ramai di medsos sejak 2015 lalu, ditambah Koran Tempo memuat dua esai
soal puisi esai. Maka kami bersama teman dari Yayasan Guntur berinisiatif
mengadakan debat sastra ini,” kata Isti Nugroho.
Bertempat
di Jalan Guntur 49, Jakarta Selatan, debat tersebut dihadiri oleh banyak publik
sastra yang memang menaruh perhatian besar pada fenomena ini. Terlebih pada dua
sosok yang ditunggu-tunggu, yakni Saut Situmorang dan Narudin Pituin. Debat
yang dimulai pukul 16.00 tersebut berlangsung ketat, meski pada mulanya sempat
muncul kekhawatiran sebab Narudin pada pukul tersebut belum juga datang.
Debat
semakin riuh saat Narudin Pituin menjelaskan soal fenomena puisi esai yang
menjadi kontroversi. Ia membenarkan bahwa angkatan puisi esai merupakan angkatan
baru dalam kesusastraan.
“Sebab,
170 penulis puisi esai dari 34 provinsi baik penyair dan nonpenyair telah
melakukan gerakan yang sangat besar, dan itu dilakukan secara serempak. Ada
pencetusnya yaitu Denny JA dan ada founding fathers dan mothers-nya.” kata
Narudin.
Narudin
menambahkan bahwa teknik marketing yang dilakukan Denny JA merupakan teknik
baru dalam dunia sastra. Publik sastra masih awam soal ini, sehingga banyak
yang tercengang dengan teknik tersebut.
“Denny
JA saya katakan bukan seorang kapitalis. Kalau ada seorang penyair dibayar 5
juta, itu masih kecil. Kita dapat membayar lebih dari itu. Asalkan uang itu
bukan milik pemerintah, pabrik rokok, atau uang haram,” kata Narudin.
Kesempatan
terakhir diberikan kepada Saut Situmorang untuk memberikan argumentasinya.
Seniman berambut gimbal tersebut lebih menyoroti esai yang ditulis oleh Denny
JA di Koran Tempo. Salah satunya, ia mempertanyakan posisi Denny JA yang
seorang entrepreneur.
“Bagaimana
mungkin bisa mengharapkan sebuah esai yang penuh kesadaran sejarah dan teori
sastra dari seseorang yang cuma tertarik dengan dunia bisnis demi mengeruk
keuntungan finansial? Bagaimana mungkin bisa mengharapkan seseorang yang cuma
promotor industri hiburan untuk paham apa itu seni, apa itu sastra?” kata Saut.
Ia
juga menyoroti bagaimana Denny JA masih awam soal puisi esai yang merupakan
historical fiction, bahwa puisi esai adalah novel pendek yang dipuisikan.
“Hanya seseorang yang sama sekali buta sastra yang akan membuat
pernyatan-pernyataan tersebut,” kata Saut.
Dilihat dari artikel
diatas cara tersebut merupakan cara yang dipakai politikus atau pembisnis untuk
meraih sesuatu seperti uang, kekuasaan, ketenaran. Cara tersebut sangat tidak
pantas dilakukan dan diterapkan dalam ranah kesenian dan kebudayaan sastra. Kesenian
sastra bergerak tidak dengan paksaan, melainkan dengan cara yang alami secara
perlahan-lahan dan bertahap.
JAKARTA,
KOMPAS.com - Terus terulangnya klaim kebudayaan Indonesia oleh Malaysia salah
satunya akibat digabungnya antara sektor kebudayaan dengan pariwisata dalam
satu departemen sehingga tidak maksimal dalam mengurusi setiap sektor. Berbeda
dengan negara maju dimana kebudayaan diurusi oleh satu departemen tersendiri
untuk menjaga nilai-nilai yang dimiliki.
"Di
negara maju Departemen Kebudayaan berdiri sendiri dan sangat besar. Kalau di
kita hanya ditempelkan di Pariwisata," ucap Penggiat Masyarakat Nusantara
Bondan Gunawan usai diskusi bertema "Menjaga Bumi dan Budaya
Indonesia" di Jakarta, Sabtu (29/8). Menurutnya, saat ini pemerintah harus
serius memperhatikan masalah budaya lantaran Malaysia secara perlahan akan
mengklaim budaya-budaya lain milik Indonesia.
"Sekarang
karya sastra dan seni di Riau sedang dibeli dengan jutaan dolar oleh Malaysia.
Mereka akan kaji dengan serius secara keilmuan kemudian mereka akan
deklarasikan mereka adalah induk semua rukun melayu di Asia Tenggara,"
ungkap dia. Menurutnya, ke depan akan ada perang budaya antara Indonesia dengan
Malaysia yang akan mengancam jati diri bangsa. "Sangat dasyat, jika dibiarkan
yang akan menjadi korban generasi mendatang," tuturnya.
Komentar
Posting Komentar