Langsung ke konten utama

Unggulan

Dia Adalah....

B IOGRAFI PAHLAWAN-KU Nama : Muhammad Rifqi NPM : 34418889  Kelas : 1ID09    Soekarno ,   tidaklah asing bagi telinga masyarakat Indonesia. Ia terkenal sebagai presiden pertama Indonesia. Gaya berdiplomasi yang hebat serta politik konfrontasi yang sering ia lontarkan ini membuat tidak hanya masyarakat Indonesia saja yang bangga kepadanya, namun juga dari masyarakat Internasional. Beliau merupakan pesohor di Indonesia dengan isi pidato yang menginspirasi dan membakar semangat anak – anak muda di masanya.  Bahkan sampai saat ini isi pidato bung karno masih saja disukai dan dijadikan pembakar semangat generasi penerus setelahnya. Sebagai presiden, Soekarno sangat disegani oleh para pemimpin negara di dunia pada waktu itu. Soekarno dilahirkan di Surabaya tepatnya pada tanggal 6 Juni 1901 dengan nama asli Koesno Sosrodihardjo. Beliau merupakan anak yang berprestasi sejak kecil bahkan Soekarno mampu menguasai begitu banyak bahasa sehingga dikenal dengan kecerdasannya di mata duni

Manusia Dan Kesusastraan


" HUBUNGAN MANUSIA DAN KESUSASTRAAN "

Kelompok 2 :

Anwar Fauzy
Fatimah Azzahra
Muhammad Rifqi
Rafi Alhikmat




·         PENDEKATAN KESUSASTRAAN

Ilmu budaya dasar atau bahasa luarnya di sebut basic humanities. Kata humanities awalnya berasal dari negara inggris yang berarti dalam bahasa indonesia adalah sastra. kata humanities berasal dari bahasa latin yang artinya adalah berbudaya dan halus. Sastra dalam arti khususnya itu biasa kita gunakan dalam kebudayaan adalah ekspresi dan isi hati dari perasaan manusia yang diungkapkan dalam bentuk pandangan cerdas yang dituangkan dalam bentuk sesuatu hal yang mencerminkan sebuah keindahan, Secara morfologis, kesusastraan dibentuk dari dua kata, yaitu su dan sastra dengan mendapat imbuhan ke- dan -an. Kata su berarti baik atau bagus, sastra berarti tulisan. Secara harfiah, kesusastraan dapat diartikan sebagai tulisan yang baik atau bagus, baik dari segi bahasa, bentuk, maupun isinya.

·         PENGERTIAN UMUM SASTRA & SENI

Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Yang agak biasa adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan sebagainya yang dalam arti khusus dapat kita gunakan dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, sastra adalah hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.

·         ILMU BUDAYA DAN PROSA

Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya.
Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide.
Prosa biasanya dibagi menjadi empat jenis, yakni :
-            Prosa naratif
-            Prosa deskriptif
-            Prosa eksposisi
-            Prosa argumentative
Dalam kesusastraan Indonesia kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.
a.        Prosa lama, adalah prosa bahasa Indonesia yang belum dipengaruhi oleh budaya barat. ang meliputi :
-            Dongeng
-            Hikayat
-            Sejarah
-            Epos
-            Cerita pelipur lara
b.      Prosa baru, adalah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apapun, meliputi :
-            Cerita pendek
-            Roman/novel
-            Biografi
-            Kisah
Sastra mempunyai peranan yang lebih penting, karena sastra mempergunakan bahasa. Bahasa juga mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua pernyataan kegiatan manusia. Dalam usahanya untuk memahami dirinya sendiri, yang kemudian melahirkan filsafat, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk memahami alam semesta, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan, manusia mempergunakan bahasa. Dengan demikian manusia dengan bahasa pada hakekatnya adalah satu.
Sastra juga mempermudah komunikasi, karena karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu, filsafat yang juga mempergunakan bahasa adalah abstraksi. Cinta kasih, kebahagiaan, kebebasan yang digarap oleh filsafat adalah abstrak.
Sastra juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang lebih mudah tertarik, dan dengan cerita orang lebih mudah mengemukakan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normatif.

·         NILAI NILAI DALAM PROSA FIKSI

Sebagai seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak mau karya sastra (prosa fiksi) langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan atau cerita. Dengan pencintaan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra antara lain :
·           Prosa fiksi memberikan kesenangan.
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh dan membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu peristiwa atau kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya untuk mencapai sukses.
·           Prosa fiksi memberikan informasi.
Fiksi memberikan sejenis informasi yang tidak terdapat di dalam ensiklopedia. Dalam novel sering kita dapat belajar sesuatu yang lebih dari pada sejarah atau laporan jurnalistik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang asing sama sekali.
·           Prosa fiksi memberikan warisan kultural.
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
·           Prosa memberikan keseimbangan wawasan.

Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman¬pengalaman dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan labih banyak kesempatan untuk memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.

·         ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA

Istilah prosa banyak padanannya. Kadang disebut narrative fiction, prose fiction atau hanya fiction saja. Dalam bahasa Indonesia istilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan didefinisikan sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Istilah cerita rekaan umumnya dipakai untuk roman, atau novel, atau cerita pendek.


·         PENGERTIAN PROSA

Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karena itu, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.



Liputan6.com, Jakarta Asumsi masyarakat awam tentang sastra atau kesusastraan kerap berada pada tataran bahwa sastra adalah sesuatu yang berat, luhung, dan memiliki nilai-nilai filosofis. Sehingga, sastra yang ditulis oleh manusia sangat berjarak dengan manusia itu sendiri sebagai pembaca.

Menurut penelitian World’s Most Literate Nations yang dirilis oleh Central Connecticut University pada Maret 2016 lalu, berdasarkan surveri kegemaran membaca, Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara. Artinya, minat baca orang Indonesia cukup rendah.
Penelitian di atas memang tidak berada hanya dalam ranah kesusastraan saja. Namun, melihat penilaian tersebut, muncul spekulasi bahwa tingkat baca masyarakat Indonesia di era 2000-an ternyata masih sangat rendah. Sebab, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang berada di peringkat 53 dan Singapura di peringkat 36. Sementara, peringkat pertama dalam penelitian tersebut ditempati oleh Finlandia.

Sebagai seorang sastrawan dan juga Rektor Institut Kesenian Jakarta, Seno Gumira Ajidarma berpendapat, minat baca rendah adalah tantangan bagi penulis untuk membuat tulisannya bisa dinikmati, baik itu bagi pembaca yang sudah lama membaca, atau yang baru memulai membaca, atau bahkan bagi mereka yang tidak peduli, untuk kemudian menjadi tertarik.

“Jadi kita jangan menyalahkan pembaca, penonton atau mereka yang bukan pekerja sastra. Saya lebih suka mengatakan, itu ketidakmampuan sastra untuk membuatnya berhasil sebagai sebuah karya,” kata Seno beberapa waktu lalu.

Seno juga menambahkan, kondisi sastra dengan generasi milenial atau generasi sekarang juga mengalami peningkatan. Kendati menjamurnya gawai dan aplikasi gratisan, ia mengatakan, hal itu juga beriringan dengan banyaknya toko buku, baik yang online atau yang berupa toko buku besar.

Selain itu, menurut Seno, banyaknya komunitas pencinta buku, serta gaya hidup membaca buku yang tengah menjadi fenomena sekarang ini juga menjadi segelintir bukti. “Sekarang itu sudah tidak musim lagi itu sastra tinggi dan rendah,” katanya. “Malah barangkali justru yang keliru istilah sastra itu sendiri," kata Seno menambahkan.

Dari artikel diatas benar ansumsi bahwa generasi millennial jauh dari buku, bahkan di lingkungan sekitar kita senidri pun sudah bisa dilihat pembuktian dari kata-kata tersebut. Ada tiga mitos sastra yang harus dihancurkan, karena menurut saya sendiripun, ini yang membuat sastra itu dijauhi dan membuat alergi.

Pertama, sastra itu curhat. Bisa dibilang curhat adalah perlakuan yang tidak keren, terlihat lemah, sehingga membutuhkan media pencurahan hati untuk diri sendiri. Kedua, bahasa sastra itu rumit, jarang didengar, sulit dimengerti  dan mendayu-dayu sehingga membuat sebagian pembaca yang jarang membaca karya sastra merasa bahwa sastra bukan bagian dari bacaannya. Yang ketiga, sastra itu berisi pedoman hidup, nasihat-nasihat. Dimana hal tersebut tidak disukai para generasi millennial sekarang. Mitos ini harus dibuang jauh-jauh dari benak semua kalangan di Indonesia.



Jakarta - Baru-baru ini beredar video pembacaan puisi oleh Sukmawati Soekarnoputri yang di dalam bagiannya ada yang menyinggung mengenai azan dan cadar. Puisi ini dipersoalkan.

Puisi itu dibacakan Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Sukmawati diberi kesempatan maju ke panggung dan membacakan Puisi 'Ibu Indonesia' karyanya sendiri.
Berikut isi lengkap puisi Sukmawati tersebut:

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut

Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia

Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat ayat alam surgawi

Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.

Pengurus Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera telah menyimak video tersebut. Menurut Kapitra yang juga merupakan pengacara Habib Rizieq ini, ada dugaan pelanggaran dalam puisi itu.

"Saya mendapatkan video itu tadi pagi. Sudah saya cermati ada mengenai adzan dan cadar, menurut saya ada dugaan kuat mendiskreditkan agama," ujar, Kapitra Ampera kepada wartawan, Senin (2/4/2018).
Menurut Kapitra, Sukmawati tidak seharusnya membanding-bandingkan adzan dengan Kidung Pancasila. Adzan yang merupakan panggilan untuk ibadah, lanjut Kapitra, tidak bisa dibandingkan dengan hal lain.

"Jangan banding-bandingkan adzan. Adzan itu panggilan ibadah," tutur Kapitra.
Dihubungi terpisah, Sukmawati mengatakan apa yang disampaikannya adalah pendapat pribadi sebagai budayawan. Menurut Sukmawati tidak ada isu SARA saa sekali dalam puisi yang dibawakannya.

"Saya nggak ada SARA-nya. Di dalam saya mengarang puisi. Saya sebagai budayawati berperan bukan hanya sebagai Sukmawati saja, namun saya menyelami, menghayati khususnya ibu-ibu di beberapa daerah. Ada yang banyak tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia timur di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati.

Puisi-pun dengan keelokan dan keindahan makna di dalamnya juga bisa membuat kontroversi tersendiri, Indonesia dengan mayoritas agama Islamnya memeliki kesensitifan terhadap ajaran ajaran agamanya. Maka dalam proses pembuatan puisi pun harus memeliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya agar terhindarnya perasaan tersinggung dari arti atau makna puisi itu sendiri. Sesuatu hal yang benar menurut kita belum tentu benar di mata orang lain.



Liputan6.com, Jakarta Di zaman globalisasi seperti sekarang ini, arus informasi beredar sangat cepat. Sebagai orang yang memproduksi dan mengonsumsi informasi, kita tidak bisa menghindar dari keadaan semacam itu.

Akibatnya, kita mampu menjangkau segala jenis informasi tanpa ada sekat-sekat. Namun, kemungkinan terburuk, informasi tersebut bisa jadi menyesatkan kita, karena ia mewartakan sebuah kebohongan, atau istilah lainnya: hoax.

Melani Budianta menjelaskan, hoax merupakan salah satu kata yang memang tengah populer. Kata tersebut sering muncul di mana-mana dan bergaung dalam beberapa tahun terakhir. Dengan demikian, seringnya kata hoax itu muncul, daya jual yang dimilikinya pun tinggi.

“Pertanyaan dasarnya, peradaban macam apa yang ditandai oleh hoax? Tanda-tanda zaman macam apa yang muncul?” kata Melani dalam abstraknya di sebuah acara bertajuk Bincang Tokoh #10: Sastra, Hoaks dan Humaniora yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta di Galeri

Sebagai guru besar Fakultas Ilmu Budaya UI, Melani juga mempertanyakan soal bagaimana peran sastra dan ilmu humaniora dalam menyikapi kecenderungan yang tengah terjadi.  

Menurutnya, dunia yang ada di balik hoax terbagi menjadi tiga era. Di era pertama yakni era pasca-kebenaran. Dalam era ini, yang penting bukan kebenaran dan fakta objektif, melainkan opini yang terkait emosi dan keyakinan personal.

Melani melanjutkan, era selanjutnya yakni era banjir informasi. Dalam era ini, tidak ada lagi "gate keeper" untuk menyaring segala bentuk informasi. Kemudian pada era terakhir yakni era klikisme, di mana kebutuhan secara cepat menyebar atau membagikan informasi yang diterima melalui media sosial.

Ketiga era tersebut dikaitkan oleh Melani dengan konteks global yang semakin kompleks, ditambah dengan kemunculan berbagai macam kelompok yang memproduksi hoax. Secara eksplisit, Melani merujuk kepada kelompok-kelompok tertentu, seperti Bumi Datar (Flat Earth).

Setelah membahas soal hoax dan fenomenanya, Melani melanjutkan pembahasan ke soal sastra dan hoax itu sendiri.

Pihak DKJ dalam keterangan mengatakan, “Sastra hoax secara sederhana merupakan karya yang menjungkirbalikkan persepsi pembaca tentang sastra itu sendiri, mencampuradukkan apa yang real dan apa yang tidak real. Sifat dari hoax itu sendiri sebenarnya adalah fiksi. Sedangkan sastra adalah sebuah cerita fiksi; sebuah cerita rekaan yang bukan berarti sesungguhnya.”

Bahkan, dalam keterangan tersebut, beberapa pendapat mengatakan bahwa sastra itu hoax.
Akan tetapi, Melani menjelaskan bahwa sastra jelas berbeda dengan hoax. “Sastra adalah fiksi untuk mengungkap kebenaran, sedangkan hoax adalah rekaan untuk memalsukan kebenaran,” ujar akademikus lulusan Southern Carolina University tersebut. Bahkan, tambah Melani, sastra (seni dan humaniora) memiliki kemampuan untuk membayangkan masa depan manusia dan kemanusian.

Ia mencontohkan beberapa karya seperti 1984 karya George Orwell, di mana karya tersebut kembali booming pasca terpilihnya Donald Trump sebagai orang nomor satu di AS. Karya yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1949 itu, menurut Melani, bercerita soal masa depan di tahun 1984, di mana aktivitas manusia pada tahun tersebut diawasi oleh kamera pengintai.

Sastra Dan Hoax memang dimata orang biasa terlihat berbeda namun jika di lihat dari segi sifat kedua hal tersebut memiliki persamaan, namun sadarkah kalian kalau Novel-novel fiksi seperti Harry Potter yang booming dimana-mana, digemari banyak orang, disukai banyak orang adalah sebuah cerita HOAX. Novel itu sendiri memang sastra tapi cerita yang diunsung tidak nyata benarnya, sama seperti sifat Hoax. Faktor tersebut-lah yang membuat orang-orang zaman sekarang mudah terpedaya Hoax karena seringkali Hoax membawa informasi yang aneh-aneh dan hal lain yang membuat orang terkaget tapi tidak mau mencari kebenarannya.



Liputan6.com, Jakarta Perdebatan panjang di media sosial soal klaim puisi esai Denny JA sebagai genre baru sastra, serta angkatan puisi esai sebagai angkatan baru sastra Indonesia tengah hangat diperbincangkan publik sastra.

Pada Jumat, 16/2/2018, perdebatan tersebut akhirnya dibawa ke ranah terbuka. Acara debat tersebut khusus mendatangkan nama-nama besar yang bersinggungan langsung soal fenomena angkatan puisi esai. Narudin Pituin dan Krt Agus Nagoro dari sisi pro. Kemudian Eko Tunas dan Saut Situmorang dari sisi kontra.

Menurut Isti Nugoroho selaku penyelenggara debat sastra tersebut, ini merupakan pertama kalinya debat yang terjadi di media sosial dan membahas soal kontroversi di dunia sastra, dibawa ke ranah debat terbuka.

“Ini sudah ramai di medsos sejak 2015 lalu, ditambah Koran Tempo memuat dua esai soal puisi esai. Maka kami bersama teman dari Yayasan Guntur berinisiatif mengadakan debat sastra ini,” kata Isti Nugroho.

Bertempat di Jalan Guntur 49, Jakarta Selatan, debat tersebut dihadiri oleh banyak publik sastra yang memang menaruh perhatian besar pada fenomena ini. Terlebih pada dua sosok yang ditunggu-tunggu, yakni Saut Situmorang dan Narudin Pituin. Debat yang dimulai pukul 16.00 tersebut berlangsung ketat, meski pada mulanya sempat muncul kekhawatiran sebab Narudin pada pukul tersebut belum juga datang.

Debat semakin riuh saat Narudin Pituin menjelaskan soal fenomena puisi esai yang menjadi kontroversi. Ia membenarkan bahwa angkatan puisi esai merupakan angkatan baru dalam kesusastraan.

“Sebab, 170 penulis puisi esai dari 34 provinsi baik penyair dan nonpenyair telah melakukan gerakan yang sangat besar, dan itu dilakukan secara serempak. Ada pencetusnya yaitu Denny JA dan ada founding fathers dan mothers-nya.” kata Narudin.
Narudin menambahkan bahwa teknik marketing yang dilakukan Denny JA merupakan teknik baru dalam dunia sastra. Publik sastra masih awam soal ini, sehingga banyak yang tercengang dengan teknik tersebut.

“Denny JA saya katakan bukan seorang kapitalis. Kalau ada seorang penyair dibayar 5 juta, itu masih kecil. Kita dapat membayar lebih dari itu. Asalkan uang itu bukan milik pemerintah, pabrik rokok, atau uang haram,” kata Narudin.
Kesempatan terakhir diberikan kepada Saut Situmorang untuk memberikan argumentasinya. Seniman berambut gimbal tersebut lebih menyoroti esai yang ditulis oleh Denny JA di Koran Tempo. Salah satunya, ia mempertanyakan posisi Denny JA yang seorang entrepreneur.

“Bagaimana mungkin bisa mengharapkan sebuah esai yang penuh kesadaran sejarah dan teori sastra dari seseorang yang cuma tertarik dengan dunia bisnis demi mengeruk keuntungan finansial? Bagaimana mungkin bisa mengharapkan seseorang yang cuma promotor industri hiburan untuk paham apa itu seni, apa itu sastra?” kata Saut.
Ia juga menyoroti bagaimana Denny JA masih awam soal puisi esai yang merupakan historical fiction, bahwa puisi esai adalah novel pendek yang dipuisikan. “Hanya seseorang yang sama sekali buta sastra yang akan membuat pernyatan-pernyataan tersebut,” kata Saut.

Dilihat dari artikel diatas cara tersebut merupakan cara yang dipakai politikus atau pembisnis untuk meraih sesuatu seperti uang, kekuasaan, ketenaran. Cara tersebut sangat tidak pantas dilakukan dan diterapkan dalam ranah kesenian dan kebudayaan sastra. Kesenian sastra bergerak tidak dengan paksaan, melainkan dengan cara yang alami secara perlahan-lahan dan bertahap.



JAKARTA, KOMPAS.com - Terus terulangnya klaim kebudayaan Indonesia oleh Malaysia salah satunya akibat digabungnya antara sektor kebudayaan dengan pariwisata dalam satu departemen sehingga tidak maksimal dalam mengurusi setiap sektor. Berbeda dengan negara maju dimana kebudayaan diurusi oleh satu departemen tersendiri untuk menjaga nilai-nilai yang dimiliki.

"Di negara maju Departemen Kebudayaan berdiri sendiri dan sangat besar. Kalau di kita hanya ditempelkan di Pariwisata," ucap Penggiat Masyarakat Nusantara Bondan Gunawan usai diskusi bertema "Menjaga Bumi dan Budaya Indonesia" di Jakarta, Sabtu (29/8). Menurutnya, saat ini pemerintah harus serius memperhatikan masalah budaya lantaran Malaysia secara perlahan akan mengklaim budaya-budaya lain milik Indonesia.

"Sekarang karya sastra dan seni di Riau sedang dibeli dengan jutaan dolar oleh Malaysia. Mereka akan kaji dengan serius secara keilmuan kemudian mereka akan deklarasikan mereka adalah induk semua rukun melayu di Asia Tenggara," ungkap dia. Menurutnya, ke depan akan ada perang budaya antara Indonesia dengan Malaysia yang akan mengancam jati diri bangsa. "Sangat dasyat, jika dibiarkan yang akan menjadi korban generasi mendatang," tuturnya.

Hasil karya sastra bangsa kita harus dijaga dan dilestarikan jangan sampai hilang, atau terlupakan. Karya sastra  termasuk dalam kebudayaan, kebudayaan adalah ciri khas dari setiap tempat, maka ciri khas ini harus dijaga, dilestarikan, dan diturunkan ke generasi berikutnya. Kita bangsa Indonesia dengan banyaknya kebudayaan di setiap pulau yang ada harusnya bangga karna memiliki banyak ciri khas, dan menyadari ciri khas tersebut harus kita selalu jaga dan jangan sampai direbut oleh pihak lain.




Sumber:
-http://wpdelly08.blogspot.com/2016/03/manusia-dan-kesusastraan.html
-https://marcuslaurentiushardianto.wordpress.com/2016/04/14/manusia-dan-kesusastraan/
-http://kawiswaras.blogspot.com/2016/04/manusia-dan-kesusastraan.html


Komentar

Populer